PENGELOLAAN
SUMBER DAYA AIR TERPADU
M.Y.FADLY
G111
11 029
KELAS
C
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
PENGELOLAAN SUMBER DAYA
AIR TERPADU
Didalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
dijelaskan; Sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang
memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia
dalam segala bidang. Sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang ini menyatakan bahwa sumber
daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat secara adil. Atas penguasaan sumber daya air oleh negara dimaksud, negara
menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan pokok
sehari-hari dan melakukan pengaturan hak atas air.
Undang-undang
dengan tegas mengataka bahwa negara memiliki peran utama dalam pengaturan,
pendayagunaan dll, dengan melibatkan stakeholder lainnya. Penguasaan negara
atas sumber daya air tersebut diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah dengan tetap mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, seperti hak ulayat
masyarakat hukum adat setempat dan hak-hak yang serupa dengan itu, sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dalam pasal 1 dijelaskan bahwa pengaturan hak atas
air diwujudkan melalui penetapan hak guna air, yaitu hak untuk memperoleh dan
memakai atau mengusahakan air untuk berbagai keperluan. Hak guna air dengan
pengertian tersebut bukan merupakan hak pemilikan atas air, tetapi hanya
terbatas pada hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan sejumlah
(kuota) air sesuai dengan alokasi yang ditetapkan oleh pemerintah kepada
pengguna air, baik untuk yang wajib memperoleh izin maupun yang tidak wajib
izin.
Sudah menjadi
pemandangan yang biasa dan gampang dilihat, air sudah menjadi permasalahan.
Kebutuhan masyarakat terhadap air yang semakin meningkat mendorong lebih
menguatnya nilai ekonomi air dibanding nilai dan fungsi sosialnya. Kondisi
tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antar sektor, antar wilayah
dan berbagai pihak yang terkait dengan sumber daya air. Di sisi lain,
pengelolaan sumber daya air yang lebih bersandar pada nilai ekonomi akan
cenderung lebih memihak kepada pemilik modal serta dapat mengabaikan fungsi
sosial.
PENGELOLAAN SUMBER
DAYA AIR
Penyusunan pola
pengelolaan perlu melibatkan seluas-luasnya peran masyarakat dan dunia usaha,
baik koperasi, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah maupun badan
usaha swasta. Sejalan dengan prinsip demokratis, masyarakat tidak hanya diberi
peran dalam penyusunan pola pengelolaan sumber daya air, tetapi berperan pula
dalam proses perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan,
pemantauan, serta pengawasan atas pengelolaan sumber daya air (Dadang
Sudardja, 2007).
Menurut Mathis
Wackernagel (1996) dalam Supadmo, Arif Sigit (2001), dalam bukunya “Ecologycal
Footprint” menyatakan bahwa peningkatan penduduk serta peningkatan konsumsi
materi dan energi – menjadi lambang kemakmuran- di satu pihak ; namun di pihak
lain terjadi keterbatasan sumber daya. Di seluruh dunia telah terjadi proses
desertifikasi sebesar 6.000.000 ha/tahun. Proses deforestasi 17.000.000
ha/tahun. Proses erosi dan oksidasi tanah 26.000.000.000 ton/tahun serta proses
hilangnya spesies-spesies tertentu sebesar 17.000 jenis/tanam.
Dari data di atas dapat kita lihat bahawa pembangunan tidak saja menghasilkan manfaat tetapi juga resiko. Pencemaran dan pengrusakan adalah dua resiko yang tidak dapat dihindari dalam rangka menjalankan pembangunan. Akibat pembangunan manusia sebagai penghuni Bumi ini paling tidak saat ini telah berhutang sekitar antara 16 trilyun dollar AS hingga 54 trilyun dollar AS pertahun, atau rata-rata 33 trilyun dollar AS atau kurang lebih Rp.66.000 trilyun setahun untuk segala materi “gratis” seperti udara, air dan pangan, demikian hasil perhitungan yang dilakukan oleh tim yang dipimpin oleh Robert Constanza dan disponsori oleh National Centre for Ecological Analysis and Synthesis di Santa Barbara, California (Kompas, 16 Mei 1997). Perkiraan inipun lanjut mereka adalah perkiraan minimum.
Dari data di atas dapat kita lihat bahawa pembangunan tidak saja menghasilkan manfaat tetapi juga resiko. Pencemaran dan pengrusakan adalah dua resiko yang tidak dapat dihindari dalam rangka menjalankan pembangunan. Akibat pembangunan manusia sebagai penghuni Bumi ini paling tidak saat ini telah berhutang sekitar antara 16 trilyun dollar AS hingga 54 trilyun dollar AS pertahun, atau rata-rata 33 trilyun dollar AS atau kurang lebih Rp.66.000 trilyun setahun untuk segala materi “gratis” seperti udara, air dan pangan, demikian hasil perhitungan yang dilakukan oleh tim yang dipimpin oleh Robert Constanza dan disponsori oleh National Centre for Ecological Analysis and Synthesis di Santa Barbara, California (Kompas, 16 Mei 1997). Perkiraan inipun lanjut mereka adalah perkiraan minimum.
Sumber daya air
merupakan bagian dari sumber daya yang mempunyai sifat yang sangat berbeda
dengan sumber daya alam lainnya. Air adalah sumber daya yang terbarui, bersifat
dinamis mengikuti siklus hydrologi yang secara alamiah berpindah-pindah serta
mengalami perubahan bentuk dan sifat. Tergantung dari waktu dan lokasinya, air
dapat berupa zat padat sebagai es dan salju, dapat berupa air yang mengalir
serta air permukaan. Berada dalam tanah sebagai air tanah, berada di udara
sebagai air hujan, berada di laut sebagai air laut, dan bahkan berupa uap air
yang didefinisikan sebagai air udara.
Dewasa ini
permasalahan yang cenderung dihadapi oleh pemerintah maupun masyarakat dalam
kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya air meliputi ; (1) adanya kekeringan di
musim kemarau dan kebanjiran di musim hujan; (2) persaingan dan perebutan air
antara daerah hulu dan hilir atau konflik antara berbagai sektor; (3)
penggunaan air yang berlebihan dan kurang efisien; (d) penyempitan dan
pendangkalan sungai, danau karena desakan lahan untuk pemukiman dan industri;
(e) pencemaran air permukaan dan air tanah ; (f) erosi sebagai akibat
penggundulan hutan.
Permasalahan air
yang semakin komplek ini menuntut kita untuk mengelolah sumberdaya air sehingga
dapat menunjang kehidupan masyarakat dengan baik. Berdasarkan UU No 7/2004
tentang Sumberdaya Air, Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan,
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya
air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
Sudah menjadi
pemandangan yang biasa dan gampang dilihat, air sudah menjadi permasalahan.
Kebutuhan masyarakat terhadap air yang semakin meningkat mendorong lebih
menguatnya nilai ekonomi air dibanding nilai dan fungsi sosialnya. Kondisi
tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antar sektor, antar wilayah
dan berbagai pihak yang terkait dengan sumber daya air. Di sisi lain,
pengelolaan sumber daya air yang lebih bersandar pada nilai ekonomi akan
cenderung lebih memihak kepada pemilik modal serta dapat mengabaikan fungsi
sosial.
Penyusunan pola
pengelolaan perlu melibatkan seluas-luasnya peran masyarakat dan dunia usaha,
baik koperasi, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah maupun badan
usaha swasta. Sejalan dengan prinsip demokratis, masyarakat tidak hanya diberi
peran dalam penyusunan pola pengelolaan sumber daya air, tetapi berperan pula
dalam proses perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan,
pemantauan, serta pengawasan atas pengelolaan sumber daya air.
Untuk menyesuaikan perubahan paradigma dan mengantisipasi kompleksitas perkembangan permasalahan sumber daya air; menempatkan air dalam dimensi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi secara selaras; mewujudkan pengelolaan sumber daya air yang terpadu; mengakomodasi tuntutan desentralisasi dan otonomi daerah; memberikan perhatian yang lebih baik terhadap hak dasar atas air bagi seluruh rakyat; mewujudkan mekanisme dan proses perumusan kebijakan dan rencana pengelolaan sumber daya air yang lebih demokratis, perlu dibentuk undang-undang baru sebagai pengganti Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.
Untuk menyesuaikan perubahan paradigma dan mengantisipasi kompleksitas perkembangan permasalahan sumber daya air; menempatkan air dalam dimensi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi secara selaras; mewujudkan pengelolaan sumber daya air yang terpadu; mengakomodasi tuntutan desentralisasi dan otonomi daerah; memberikan perhatian yang lebih baik terhadap hak dasar atas air bagi seluruh rakyat; mewujudkan mekanisme dan proses perumusan kebijakan dan rencana pengelolaan sumber daya air yang lebih demokratis, perlu dibentuk undang-undang baru sebagai pengganti Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.
Salah satu cara
yang harus diperhatikan dalam pengelolaan air adalah pengelolaan yang
berdasarkan pada ‘watershed’ (Daerah Aliran Sungai/DAS). Daerah aliran sungai
adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air
yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di
darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah
perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Dengan pengelolaan
air berdasarkan DAS maka diharapkan akan tercipta kesinambungan sumber daya air
karena air tidak bisa dilihat satu bagian wilayah saja. Pengelolaan air pada
suatu daerah tidak bisa begitu saja hanya memperhatikan variabel–variabel
hidrologis pada wilayah itu saja. Bahkan, pengelolaan Waduk Saguling untuk
keperluan PLTA, misalnya, tidak bisa hanya memperhatikan variabel–variabel
disekitar waduk. Seluruh masalah pengelolaan sumber daya air harus
memperhitungkan keseluruhan DAS karena bagaimanapun juga bahkan sebuah titik di
ujung terluar DAS pun memiliki pengaruh terhadap keberadaan dan kualitas air di
sungai utama. Jadi Pengelolaan sumber daya air yang bersifat parsial harus
ditinggalkan.
Selain itu, untuk mengelola sumber daya air berbasis DAS ini, kita harus mengacu pada aspek–aspek yang ada dalam DAS tersebut. “Bukan hanya dibatasi pada aspek fisika saja. Tapi juga sosial–budaya, kualitas air, aktivitas industri, politik, ekonomi, demografi (kependudukan).
Selain itu, untuk mengelola sumber daya air berbasis DAS ini, kita harus mengacu pada aspek–aspek yang ada dalam DAS tersebut. “Bukan hanya dibatasi pada aspek fisika saja. Tapi juga sosial–budaya, kualitas air, aktivitas industri, politik, ekonomi, demografi (kependudukan).
Indonesia telah
melakukan langkah maju dalam pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air
secara terpadu (Integrated Water Resources Management – IWRM) yang
menjadi perhatian dunai internasional untuk meningkatkan pengelolaan sumber
daya air dalam mencapai kesejahteraan umum dan pelestarian lingkungan. Sejalan
dengan konsep IWRM yang berkembang di forum internasional, beberapa tindakan
telah diambil di tingkat nasional dan daerah dalam rangka reformasi kebijakan
sumber daya air.
Reformasi dalam
pengelolaan sumber daya air merupakan salah satu tindakan penting untuk
mengatasi pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan, dan konservasi sumber daya
alam. Dalam pelaksanaannya, telah diterbitkan beberapa kebijakan antara lain
diberlakukannya Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA)
yang sejalan dengan prinsip-prinsip IWRM. Undang-undang ini bertujuan untuk
pelaksanaan pengelolaan sumber daya air secara menyeluruh, berkelanjutan, dan
melalui pendekatan terbuka sehingga memberikan pilihan bagi masyarakat bisnis
dan organisasi non-pemerintah untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan dan
pelaksanaan pengelolaan sumber daya air terpadu.
Menurut
Grigg (1966), pengelolaan sumber daya air didefinisikan sebagai aplikasi dari
cara struktural dan non-struktural untuk mengendalikan sistem sumber daya air
alam dan buatan manusia untuk kepentingan manusia dan tujuan-tujuan lingkungan.
Tindakan-tindakan struktur untuk
pengelolaan air adalah fasilitas-fasilitas terbangun (constructed facilities)
yang digunakan untuk mngendalikan aliran air baik dari sisi kualitas maupun
kuantitas. Tindakan-tindakan non-struktur untuk pengelolaan air adalah
program-program atau aktivitas-aktivitas yang tidak membutuhkan
fasilitas-fasilitas terbangun.
Pengelolaan
sumber daya air terpadu merupakan penanganan integral yang mengarahkan kita
dari pengelolaan air sub-sektor ke sektor silang. Secara lebih spesifik
pengelolaan sumber daya air terpadu didefinisikan sebagai suatu proses yang
mempromosikan koordinasi pengembangan dan pengelolaan air, tanah, dan sumber
daya terkait dalam rangka tujuan untuk mengoptimalkan resultan ekonomi dan
kesejahteraan sosial dalam sikap yang tepat tanpa mengganggu dari kestabilan
dari ekosistem-ekosistem penting (GWP,2000).
Grigg
(1966) juga mendefinisikan beberapa hal tentang sumber daya air,meliputi :
·
Sistem sumber daya air
adalah sebuah kombinasi dari fasilitas-fasilitas pengendalian air dan
elemen-elemen lingkungan yang bekerja bersama untuk mencapai tujuan pengelolaan
sumber daya air.
·
Sistem sumber daya air
alami adalah sekelompok elemen hidrologi dalam lingkungan alam yang terdiri
dari atmosfer, daerah aliran sungai atau daerah tangkapan air, sungai-sungai,
lahan basah, daerah banjir, akuifer dan sistem aliran tanah, danau, estuari,
laut dan lautan.
·
Sistem sumber daya air
buatan manusia adalah sekelompok fasilitas yang dibangun yang dipakai sebagai
pengendali aliran air baik secara kuantitas dan kualitas.
KESIMPULAN
1.
Pengelolaan sumber daya air
dilaksanakan dengan memperhatikan keserasian antara konservasi dan
pendayagunaan, antara hulu dan hilir, antara pemanfaatan air permukaan dan air
tanah, serta antara pemenuhan kepentingan jangka pendek dan kepentingan jangka
panjang. Dalam hal ini pembangunan ketersediaan air baku berskala kecil akan
lebih diutamakan agar rakyat kecil lebih dapat menikmatinya. Prioritas utama
pada pemenuhan kebutuhan pokok rumah tangga terutama di wilayah rawan defisit
air, wilayah tertinggal, dan wilayah strategis.
2.
Pengendalian daya rusak air
terutama diarahkan untuk penanggulangan banjir dengan menggunakan pendekatan
vegetatif melalui konservasi sumberdaya air dan pengelolaan daerah aliran
sungai. Peningkatan partisipasi masyarakat dan kemitraan di antara stakeholders
terus diupayakan tidak hanya untuk kejadian banjir, tetapi juga pada tahap
pencegahan serta pemulihan pasca bencana. Penanggulangan banjir haruslah sudah
diutamakan, demikian pula pengelolaan bencana kekeringan.
3.
Dalam rangka mewujudkan
pengelolaan sumberdaya air secara terpadu (IWRM) ada tiga criteria utama yang
dijadikan acuan, yaitu:
·
Efisiensi ekonomi. Dengan
meningkatnya kelangkaan air dan sumberdaya keuangan, dan dengan sifat
sumberdaya air yang tersedia secara terbatas dan mudah tercemar, serta
semakinmeningkatnya permintaan maka efisiensi ekonomi penggunaan air sudah
harus menjadi perhatian.
·
Keadilan. Air adalah salah satu
kebutuhan dasar kehidupan, oleh sebab itu maka semua orang perlu mempunyai
akses terhadap air yang mencukupi baik secara kuantitas maupun kualitas untuk
mempertahankan kehidupannya.
·
Keberlanjutan (sustainablility)
lingkungan dan ekologi. Penggunaan sumberdaya air haruslah dilakukan sedemikian
rupa sehingga tidak mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang terhadap
air.
DAFTAR PUSTAKA
GWP. 2000.
Integrated Water Resources Management. TAC Background Paper No.4.
Stockholm:GWP.
Azdan, M.
Donny, Ir, MA., MS., Ph.D. Perubahan Paradigma Pembangunan Sumber Daya Air dan
Irigasi, 2008
Bappenas.
(2004). Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004 – 2009. Diperoleh dari www.bappenas.go.id.
Bappenas. (2005). Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP) 2005 – 2025. Diperoleh dari www.bappenas.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar