PENINGKATAN EFISIENSI SISTEM
PERTANIAN TERPADU DENGAN PENERAPAN SISTEM USAHA TANI TERINTEGRASI
TANAMAN-TERNAK
M.Y.FADLY
G 111 11 029
ABSTRAK
Sistem usaha tani terintegrasi antara tanaman dan ternak
telah lama dilakukan oleh rumah tangga petani di Indonesia, terutama di
pedesaan. Umumnya rumah tangga petani menggunakan persediaan makanannya untuk mencukupi
konsumsi sendiri dan selebihnya dijual. Karakteristik yang dijumpai pada petani
tersebut adalah melakukan usaha tani campuran dalam upaya mendapatkan
keuntungan yang maksimal dan meminimalkan risiko. Ada empat model penerapan sistem
usaha tani campuran, yaitu: 1) sistem yang dipraktekkan secara alami dan
turun-temurun oleh petani setempat, 2) sistem usaha tani tanpa melibatkan
ternak, 3) sistem usaha tani ternak, dan 4) sistem usaha yang berbasis pada
sumber daya lahan, tenaga kerja, dan modal. Masing-masing sistem usaha tani
tersebut memiliki risiko dan ketidakpastian usaha di masa yang akan datang.
Beberapa risiko mendasar pada sistem usaha tani adalah risiko produksi, risiko
usaha dan finansial, serta risiko kerusakan. Dari risiko mendasar tersebut,
dengan menggunakan perhitungan sistem fungsional, usaha tani terintegrasi
tanaman-ternak mempunyai peluang risiko yang minimal.
Kata kunci: Usaha tani terintegrasi, sistem usaha, analisis risiko
1.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem
pertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan seluruh potensi
energi sehingga dapat dipanen secara seimbang. Pertanian melibatkan
makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk
kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Dengan
pertanian terpadu ada pengikatan bahan organik di dalam tanah dan
penyerapan karbon lebih rendah dibanding pertanian konvensional yang memakai pupuk
nitrogen dan sebagainya. Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara
efektif dan efisien, maka sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam
suatu kawasan. Pada
kawasan tersebut sebaiknya terdapat sektor produksi tanaman, peternakan maupun perikanan.
Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki
ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah
karena pasti akan dimanfaatkan oleh komponen lainnya.Disamping akan terjadi
peningkatan hasil produksi dan penekanan biaya produksi sehingga efektivitas
dan efisiensi produksi akan tercapai.
Bagi
negara agraris seperti Indonesia, peran sektor pertanian sangat penting dalam mendukung
perekonomian nasional, terutama sebagai penyedia bahan pangan, sandang dan
papan bagi segenap penduduk, serta penghasil komoditas ekspor nonmigas untuk
menarik devisa. Lebih dari itu, mata pencaharian sebagian besar rakyat
Indonesia bergantung pada sektor pertanian. Namun ironis sekali, penghargaan
masyarakat umum terhadap pertanian relatif rendah dibandingkan sektor lain,
seperti industri, pertambangan, dan perdagangan. Dalam sistem integrasi
tanaman-ternak, pemanfaatan limbah tanaman sebagai pakan, serta limbah ternak
menjadi pupuk dan sumber energi alternatif merupakan potensi yang perlu
dikembangkan. Inovasi teknologi
pakan ternak dalam Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Bebas Limbah (SITT-BL)
memberikan peluang yang menggembirakan menuju green and clean agricultural
development. Pengembangan usaha tani tanaman dan ternak secara bersama-sama
menambah pendapatan petani. Limbah tanaman pangan merupakan sumber daya pakan berserat yang
potensial dan sesuai untuk sapi dan ternak ruminansia lainnya. Di banyak daerah,
limbah tanaman pangan seperti jerami padi belum dimanfaatkan sebagai
sumber pakan ternak. Petani cenderung membakarnya, yang berarti membuang
bahan organik yang berpotensi
menjadi pakan ternak. Meskipun
manfaat yang begitu besar sebagian masyarakat belum bisa memanfaatkan system
pertanian terpadu ini secara maksimal. Hal ini terjadi karena ada beberapa hal
yang mempengaruhi diantaranya adalah biaya serta didukung kurangnya kesadaran
masyarakat untuk menerapkan system ini.
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugass final
mata kuliah Sistem Pertanian Terpadu kelas B.
2. TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Sistem
Usaha Tani Terintegrasi
Gambaran keterkaitan antara tanaman dan ternak
dalam kerangka usaha tani tradisional adalah pemanfaatan sumber daya lahan,
tenaga kerja, dan modal secara optimal untuk menghasilkan produk seperti
hijauan pakan ternak, tenaga ternak, dan padang penggembalaan, serta produk
akhir seperti tanaman serat, tanaman pangan, dan daging. Namun demikian,
vegetasi sebagai sumber hijauan, menurut Ginting (1991), sangat berfluktuasi
baik produksi maupun komposisinya. Hal ini merupakan risiko dari usaha ternak
dalam suatu sistem tanaman-ternak, sehingga diperlukan sinkronisasi atau
sinergisme antara pola pemeliharaan ternak dan dinamika vegetasi agar dicapai
sasaran yang optimal. Pada sistem seperti ini, tanaman menghasilkan hijauan
pakan ternak untuk menghidupi ternak yang akan menghasilkan tenaga untuk
pengolahan lahan (membajak), pupuk, dan daging. Hal serupa, menurut De Boer dan
Welsch (1977), juga banyak dijumpai di negaranegara berkembang dengan pola dan
tujuan yang sama, yaitu meningkatkan kesejahteraan keluarga petani melalui
penyebaran risiko usaha dengan menganekaragamkan komponen usaha tani.
Berdasarkan pengalaman empiris dan aplikasi model yang berlandaskan teori
optimasi, integrasi ternak dalam usaha tani tanaman pangan, selain telah
dilaksanakan dan dibuktikan keandalannya, memiliki beberapa prasyarat yang
harus dipenuhi, antara lain: 1) kondisi dan ketersediaan lahan, 2) jenis komoditas, 3) tenaga kerja, 4) kebutuhan konsumsi keluarga, 5) jenis dan jumlah ternak, 6) pastura dan hijauan pakan ternak, 7) peluang transaksi komoditas, serta 8) akses kepada sumber pendanaan (modal). Kallsen (2005) menyatakan, praktek eksploitasi dengan input yang berasal dari luar dan bersifat tidak berkelanjutan masih akan berlangsung hingga 50
tahun ke depan. Usaha tani terintegrasi tanaman-ternak dapat merupakan solusi
dari ketergantungan pada input dari luar karena sifatnya yang saling mengisi.
Karena usaha tani tanaman-ternak juga merupakan bagian dari pembangunan maka
pemanfaatan sumber daya alam, termasuk dalam mengurangi risiko usaha, juga
harus memiliki azas keberlanjutan.
Penerapan model integrasi tanaman ternak pada suatu kawasan yang memiliki
potensi pengembangan usaha tani campuran harus mempertimbangkan paling sedikit
empat skenario, yaitu: 1) skenario alami yang dilakukan atau dipraktekkan oleh
petani setempat, 2) skenario sistem usaha tani tanpa ternak, 3) skenario sistem
usaha tani dengan ternak, dan 4) skenario yang berbasis sumber daya (lahan,
tenaga kerja, modal) dan peluang pengembangan kegiatan produktif, seperti
tanaman, ternak, jasa buruh, transaksi nilai tambah antarkomoditas, dan sumber-sumber
pendapatan lainnya (Levine dan Soedjana 1990).
2.2 Resiko Dan Ketidakpastian
Masalah risiko dan ketidakpastian di
bidang pertanian bukan merupakan hal baru, karena pada kenyataannya petani
telah banyak mengambil keputusan yang berkaitan dengan risiko dan
ketidakpastian. Yang dimaksud pengambilan keputusan dengan melibatkan faktor
risiko atau ketidakpastian adalah bahwa petani tidak mengetahui apa yang akan
terjadi pada masa yang akan datang. Dalam pengambilan suatu keputusan terdapat
banyak kemungkinan kejadian, bergantung pada faktor-faktor lain di luar
kemampuan petani untuk mengontrolnya.
Istilah risiko lebih banyak
digunakan dalam konteks pengambilan keputusan, karena risiko diartikan sebagai
peluang akan terjadinya suatu kejadian buruk akibat suatu tindakan. Makin
tinggi tingkat ketidakpastian suatu kejadian, makin tinggi pula risiko yang
disebabkan oleh pengambilan keputusan itu. Dengan demikian, identifikasi sumber
risiko sangat penting dalam proses pengambilan keputusan. Nelson et al. (1978) menyatakan, faktor risiko di bidang
pertanian berasal dari produksi, harga dan pasar, usaha dan finansial,
teknologi, kerusakan, sosial dan hukum, serta manusia. Risiko produksi terjadi
karena variasi hasil akibat berbagai faktor yang sulit diduga, seperti cuaca,
penyakit, hama, variasi genetik, dan waktu pelaksanaan kegiatan. Beberapa
contoh adalah variasi hasil tanaman pangan, bobot sapi ternak, kualitas hasil,
pertumbuhan ternak, daya tampung padang penggembalaan, tingkat kematian, dan
kebutuhan tenaga kerja. Risiko harga dan pasar biasanya dikaitkan dengan
keragaman dan ketidaktentuan harga yang diterima petani dan yang harus
dibayarkan untuk input produksi. Jenis keragaman harga yang dapat diduga antara
lain adalah trend harga, siklus harga, dan variasi harga
berdasarkan musim. Tingkat harga dapat berpengaruh pada harapan pedagang,
spekulasi, program pemerintah, dan permintaan konsumen.

Gambar 1. Ketergantungan komponen usaha dalam suatu sistem usaha tani
(McDowell dan Hildebrand 1980; Amir dan Knipscheer1989).
Risiko usaha dan finansial berkaitandengan pembiayaan dari usaha
yangdijalankan, modal yang dipengaruhinya serta kewajiban kredit. Risiko usaha
menjadi makin tinggi bila modal investasi atau pinjaman modal usaha menjadi
lebih banyak. Pengeluaran untuk biaya tunai yang makin tinggi akan meningkatkan
risiko tidak tersedianya uang tunai untuk membayar hutang dan kewajiban
finansial lainnya. Adopsi cara baru, yang dikaitkan dengan risiko teknologi,
berkaitan dengan perubahan yang tejadi setelah pengambilan keputusan dan akibat
cepatnya kemajuan teknologi. Risiko faktor manusia berkaitan dengan perilaku,
kesehatan, dan sifat-sifat seseorang yang tidak terduga sehingga dapat
mengakibatkan risiko dalam usaha tani. Kehilangan pekerja utama pada saat
keahliannya diperlukan dapat mempengaruhi tingkat produksi yang akan dicapai.
Ketidakjujuran dan tidak dapat dipercayanya seseorang dapat pula mengakibatkan
pelaksanaan usaha tani menjadi kurang efisien yang akhirnya menurunkan
produksi. Risiko dan ketidakpastian menjadi masalah karena dapat menyebabkan
sistem ekonomi menjadi kurang efisien. Sebagai contoh, karena meningkatnya
ketidakpastian, petani tidak memberikan pupuk pada takaran yang dianjurkan,
sehingga hasil yang dicapai rendah. Karena ketidakpastian, petani tidak mau
meningkatkan skala usahanya untuk efisiensi tenaga kerja dan peralatan. Ketidakpastian
juga berimplikasi pada tata laksana bagi petani. Oleh karena itu diperlukan
beberapa pendekatan dalam pengambilan keputusan yang melibatkan risiko, yaitu:
1) melakukan analisis terhadap keputusan yang akan diambil dari berbagai
pilihan yang tersedia, kemungkinan kejadiannya, serta manfaatnya bila keputusan
itu harus ditentukan, 2) memperkirakan peluang yang akan terjadi dengan tingkat
manfaat yang akan diperoleh, dan 3) mempertimbangkan perilaku, kemampuan, dan
tujuan pengambil keputusan berkaitan dengan tingkat risiko yang harus dihadapi
karena keputusan yang telah diambil.
2.3 Skala Usaha Tani
Skala usaha dalam suatu sistem usaha tani
dapat diukur dengan berbagai cara, antara lain dari investasi, biaya tetap,
biaya variabel, total nilai penjualan, luas areal tanam, dan jumlah satuan
ternak. Perhitungan biaya setiap luasan areal tanam atau satuan ternak dapat
dilakukan untuk melihat perbedaan efisiensi di antara petani yang mengusahakan
komoditas serupa. Pendekatan titik impas dapat digunakan untuk menentukan skala
usaha. Secara umum, karena adanya respons petani terhadap tingkat risiko usaha
yang dihadapi, maka skala usaha dapat dilihat dari keuntungan yang diperoleh
dengan cara menjabarkan berbagai prasyarat teknis maupun ekonomi yang memberikan
kontribusi terhadap keuntungan tersebut. Untuk itu, skala usaha dapat dilihat
dari pendekatan titik impas. Fungsi keuntungan (TT) dapat memperlihatkan hubungan
tersebut dan masing-masing variabelnya dapat dijabarkan lebih jauh untuk
melihat prasyarat teknis maupun ekonomi sebagai berikut :
TT = TR – TC
= TR − (VC + F)
= Py.Y – Px.X – F
Py =
harga produk yang diproduksi
Y = fungsi produksi, f(Y)
Px = harga masing-masing input
(Xi)
X = input yang digunakan
F = biaya tetap
Py.Y = total penerimaan (TR)
Px.X+F = total biaya (TC)
Dengan menggunakan pendekatan fungsi
keuntungan, skala usaha dapat dilihat dengan cara menentukan titik impas
produksi maupun harga. Titik impas ditentukan pada kondisi di mana TT = 0, atau
pada saat TR = TC. Variasi perubahan harga input maupun harga produk akan
menunjukkan berapa besar produksi harus dilakukan untuk mencapai keuntungan.
Analisis ini dapat dilakukan dengan menggunakan grafik maupun perhitungan
langsung dengan formula, melalui penentuan jumlah unit yang diproduksi (Y),
harga jual per unit (Py), serta biaya tetap (F) dan biaya tidak tetap (VC).
Titik impas dapat juga dihitung dengan menggunakan: 1) formula pendapatan, TI =
F / (VC/P), dan 2) formula langsung, TI = F / (P – VC). Misalnya, suatu usaha
tani memerlukan biaya tetap untuk memproduksi suatu komoditas sebesar Rp500 dan
setiap unit produk memerlukan biaya variabel Rp1, serta harga jual produk
tersebut di pasaran Rp2/ unit. Titik impas akan diperoleh pada kondisi TR = TC,
yaitu Py.Y = Px.X + F, sehingga 2 Y = 1 Y + 500 atau Y = 500 unit. Dengan
menggunakan formula pendapatan, yaitu TI = F / (VC/P), di mana TI = 500 / (1/2)
= 1.000, titik impas diperoleh pada tingkat pendapatan Rp1.000 atau pada saat
produksi (Y) mencapai 1.000/2 = 500 unit. Jika menggunakan formula langsung, TI
= F/(P−VC) diperoleh tingkat produksi (Y) sebesar 500/(2−1) = 500 unit. Variasi
tingkat keuntungan, volume produksi, dan persentase perubahannya dapat
dilakukan melalui analisis kepekaan (sensitivity analyses) pada berbagai tingkat yang dikehendaki,
sehingga dapat diketahui skala produksi yang dikehendaki serta berbagai
konsekuensinya. Usaha tani terpadu tanaman dan ternak akan berhasil bila
mempertimbangkan aspek keberlanjutan, ramah lingkungan, serta secara sosial dan
politis dapat diterima masyarakat. Oleh karena itu, penerapan sistem ini akan
bervariasi pada setiap wilayah, bergantung pada kondisi geografis, ekologis,
dan sosial ekonomi masyarakat setempat dalam hal jenis ternak, sistem budi
daya, perkandangan, maupun komponen teknologi lainnya (Diwyanto et al. 2002).
2.4 Distribusi Peluang
Peluang adalah suatu angka yang
menunjukkan kemungkinan atau peluang bahwa suatu kejadian akan terjadi. Suatu
kejadian merupakan peristiwa yang dapat terjadi di masa mendatang di luar
pengetahuan kita. Angka yang menunjukkan peluang bervariasi dari 0 sampai 1.
Angka 0 berarti tidak ada peluang sama sekali suatu kejadian akan terjadi,
sedangkan angka 1 berarti sangat mungkin untuk terjadi. Selain itu, penjumlahan
dari angka-angka peluang tersebut menunjukkan suatu situasi dan berjumlah 1.
Ada tiga jenis peluang berdasarkan cara pengukurannya atau cara menurunkannya,
yaitu secara empiris, deduktif, dan subjektif. Peluang yang diperoleh secara
empiris didasarkan pada frekuensi observasi empiris. Pengelompokan observasi
dapat dilakukan melalui pembentukan interval untuk digunakan dalam pendugaan
peluang atau frekuensi dari beberapa kejadian. Peluang yang diperoleh secara
empiris dari data historis sangat berguna dalam manajemen, tetapi kurang
berguna untuk hal lain. Peluang yang diperoleh secara deduktif dilakukan dengan
cara deduksi dengan mengasumsikan peluang kejadian adalah acak. Namun demikian,
umumnya fenomena yang dipertimbangkan tidak selalu mengikuti atau mengacu
kepada deduksi logis. Peluang yang diperoleh secara subjektif mengukur
keyakinan seorang pengambil keputusan tentang kemungkinan terjadinya suatu
kejadian di masa mendatang. Dalam pengukuran peluang seperti ini, diasumsikan
bahwa pengambil keputusan menguji pengalamannya sendiri melalui data yang
tersedia untuk merangkum seluruh kejadian. Peluang yang diperoleh secara
subjektif dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu: 1) menggunakan pendekatan
distribusi kumulatif, 2) menggunakan conviction weights atau pendugaan tertimbang, dan 3) estimasi
secara langsung. Ketiga cara tersebut harus dihitung dari distribusi peluang
yang sama. Cara lain untuk mengestimasi distribusi peluang subjektif adalah
melalui distribusi trianguler, yang memiliki keleluasaan dalam bentuk
distribusi.
3. KESIMPULAN
1.
Tujuan suatu rumah tangga petani dalam
menjalankan usaha tani adalah untuk memaksimalkan keuntungan atau untuk
keamanan dengan cara meminimalkan risiko, termasuk keinginan untuk memiliki
persediaan pangan yang cukup untuk konsumsi rumah tangga dan selebihnya untuk
dijual. Apabila pilihan terakhir ini dijumpai pada rumah tangga petani, maka
karakteristik yang umum dijumpai adalah setiap petani selalu melakukan usaha
tani campuran, terlepas dari luas pemilikan lahan, lokasi, atau kepadatan
penduduk. Hal ini menunjukkan konsistensi dari keduatujuan berusaha tani, yaitu
memaksimalkan keuntungan atau meminimalkan risiko. Alasan tersebut sebenarnya
telah tercakup dalam keinginan untuk memaksimalkan penerimaan dan meminimalkan
risiko, serta keinginan mengambil manfaat dari usaha tani campuran yang
memiliki dasar rasional yang jelas.
2.
Istilah risiko lebih banyak digunakan
dalam konteks pengambilan keputusan, karena risiko diartikan sebagai peluang
akan terjadinya suatu kejadian buruk yang disebabkan oleh suatu tindakan. Makin
tinggi tingkat ketidakpastian suatu kejadian, makin tinggi risiko akibat
pengambilan keputusan tersebut. Dengan demikian, identifikasi sumber risiko
sangat penting dalam proses pengambilan keputusan.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, P. and H.C. Knipscheer. 1989. Conducting on farm animal
research: Procedures and economic analysis. Winrock International, Morrilton,
Arkansas.
De Boer, A.J. and D.E. Welsch. 1977. Constraints on cattle and
buffalo production in a Northern Thai Village. In R.D. Stevens (Ed). Tradition
and Dynamics in Small-Farm Agriculture, Economic Studies in Asia, Africa and
Latin America. The Iowa State University Press, Ames.
Diwyanto, K., B.R. Prawiradiputra, dan D. Lubis. 2002. Integrasi
tanaman-ternak dalam pengembangan agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan
dan berkerakyatan. Wartazoa, Buletin Ilmu Peternakan Indonesia 12(1): 1−8.
Kallsen, C. 2005. What is sustainable
agriculture and how we do it? Better Crops 89(1): 22− 23.
Levine, J.M. and T.D. Soedjana. 1990. Methodology for
establishing selection criteria, marketing, and production aspects for sheep and
goats in Indonesia and the ASEAN region. In L.C. Iniguez and M.D.
Sanchez (Eds). Integrated Tree Cropping and Small Ruminant Production System.
Proceedings of a Workshop on Research Methodologies, Medan, 9−14 September
1990.
McDowell, R.E. and P.E. Hildebrand. 1980. Integrated Crop and
Animal Production: Making the most of resources available to small farmers in
developing countries. Rockefeller Foundation, New York. p. 21
Nelson A.G., G.L. Casler, and O.L. Walker. 1978. Making Farm
Decision in a Risky World: guide book.
South Eastern Agricultural Extension, USDA, Oregon State-Cornell-Oklahoma State
Universities.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar