AKTIVATOR angkatan kita

HIMAGRO himpunan kita

AGRONOMI jurusan kita

Sabtu, 28 Desember 2013

PEMBUATAN MEDIA



Laporan Praktikum


MEMBUAT MEDIA


Nama                 : M.Y.FADLY
NIM                    : G111 11 029
Kelompok         : 1
Asisten                : Nursyamsi B




JURUSAN AGRONOMI
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN

     1.1 Latar Belakang
Kultur jaringan tanaman adalah suatu teknik isolasi bagian-bagian tanaman, seperti jaringan, organ, ataupun embrio, lalu dikultur pada medium buatan yang steril sehingga bagian-bagian tanaman tersebut mampu beregenerasi dan berdiferensisi menjadi tanaman  lengkap. Jaringan yang sering digunakan dalam teknik kultur jaringan tanaman  adalah kalus, sel, dan protoplas; sedangkan organ tanamannya meliputi pucuk, bunga, daun dan akar.
Teknik kultur jaringan tanaman memiliki prospek yang lebih baik daripada metode perbanyakan tanaman secara vegetative konvebsional dikarenakan keuntungan-keutungan berikut ini. Pertama, jutaan klon dapat dihasilkan dalam waktu setahun hanya dari sejumlah kecil material awal. Dengan metode vegetative konvensional diutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menghasilkan tanaman dalam jumlah yang sama dan jumlah bahan awal yang diperlukan pun lebih besar. Kedua, teknik kultur jaringan menawarkan suatu alternative bagi spesies-spesies yang resisten terhadap sistemp perbanyakan vegetative konvensional dengan melakukan manipulasi terhadap factor-faktor lingkungan , termasuk penggunaan zat pengatur tumbuh. Ketiga, kemungkinan untuk mempercepat pertukaran bahan tanaman di tingkat internasional. Apabila ditangani secara hati-hati, status aseptik dari bahan tanaman mengurangi kemungkinan bagi introduksi ataupun penyebaran penyakit tanaman. Keempat, teknik kultur jaringan tidak tergantung pada musim.
Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya. Oleh karena itu, macam-macam media kultur jaringan telah ditemukan sehingga jumlahnya cukup banyak. Nama-nama media tumbuh untuk eksplan ini biasanya sesuai dengan nama penemunya. Mediatumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen bahan kimia yang hampir sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap persenyawaan. Pembuatan media pada prinsipnya dilakukan dengan melarutan semua komponen media dalam air sesuai dengan konsentrasi pada permulasi yang diinginkan, penimbangan komponen media satu persatu untuk setiap pembuatan media kultur tidak praktis dan hanya dapat dilakukan jika jumlah zatnya cukup besar, masalah tersebut dapat diatasi dengan pembuatan larutan stok.
Media biakan adalah bahan atau campuran bahan yang dapat digunakan untuk membiakkan mikroorganisme karena memiliki daya dukung yang tinggi terhadap pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Dalam media semi sintetik selain bahan hasil pertanian, digunakan pula zat-zat kimia yang komposisinya diketahui dengan tepat.
 Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu diadakan praktikum Membuat Media pada kultur jaringan agar diketahui langkah-langkah untuk membuat media kultur jaringan serta hal-hal yang terkait dengan pencampuran bahan-bahan media tersebut.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
            Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui langkah-langkah dalam membuat media pada kultur jaringan tanaman seta hal-hal yang terkait dengan pencampuran media.
            Adapun kegunaan dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat mempraktikkan secara langsung pembuatan media kultur jaringan dalam hal ini media MS dan VW kemudian melakukan analisis perhitungan mengenai hal-hal yang terkait dengan pencampuran bahan-bahan pada media tersebut.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.  Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon.  Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain.  Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.  Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca.  Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf (Suryowinoto, 1991).
Untuk memenuhi faktor pertumbuhan tanaman, media kultur jaringan yang baik mengandung (Anonim, 2011) :
1.    Hara anorganik
Ada 12 hara mineral yang penting untuk pertumbuhan tanaman dan beberapa hara yang dilaporkan mempengaruhi pertumbuhan in vitro. Untuk pertumbuhan normal dalam kultur jaringan, unsur – unsur penting ini harus dimasukkan dalam media kultur.
2.    Hara organik
Tanaman yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat autotrof dan dapat mensintesa semua kebutuhan bahan organiknya.Meskipun tanaman in vitro dapat mensintesa senyawa ini, diperkirakan mereka tidak menghasilkan vitamin dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan yang sehat dan satu atau lebih vitamin mesti ditambahkan ke media.Thiamin merupakan vitamin yang penting, selain itu asam nikotin, piridoksin dan inositol biasanya ditambahkan. Selain bahan organik tersebut, bahan kompleks seringkali ditambahkan, termasuk ekstrak ragi, casein hydrolysate, air kelapa, jus jeruk, jaringan pisang, dan lain – lain. Penambahan bahan kompleks ini menghasilkan media yang tak terdefinisi.Dengan penelitian yang cukup, semestinya bahan kompleks ini dapat diganti dengan zat tertentu, mungkin tambahan suatu vitamin atau asam amino.
3.    Sumber karbon
           Tanaman dalam kultur jaringan tumbuh secara heterotrof dan karena mereka tidak cukup mensintesa kebutuhan karbonnya, maka sukrosa harus ditambahkan ke dalam media. Sumber karbon ini menyediakan energi bagi pertumbuhan tanaman dan juga sebagai bahan pembangun untuk memproduksi molekul yang lebih besar yang diperlukan untuk tumbuh. Biasanya sukrosa pada konsentrasi 1 – 5% digunakan sebagai sumber karbon tapi sumber karbon lain seperti glukosa, maltosa, galaktosa dan laktosa juga digunakan. Ketika sukrosa diautoklaf, terjadi hidrolisis untuk menghasilkan glukosa dan fruktosa yang dapat digunakan lebih efisien oleh tanaman dalamkultur.
4.    Agar
            Umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang dibuat seperti gel dengan menggunakan agar atau pengganti agar sperti Gelrite atau Phytagel.Konsentrasi agar yang digunakan berkisar antara 0.7 – 1.0%. Pada konsentrasi tinggi agar menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia, sehingga difusi hara ke tanaman sangat buruk. Agar dengan kualitas tinggi seperti Difco BiTek mahal harganya tapi lebih murni, tidak mengandung bahan lain yang mungkin mengganggu pertumbuhan.
5. pH
Media biasanya diatur pada kisaran 5.6 – 5.8 tapi tanaman yang berbeda mungkin memerlukan pH yang berbeda untuk pertumbuhan optimum. Jika pH lebih tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar tidak dapat memadat.
6. Zat Pengatur Tumbuh
Pada media umumnya ditambahkan zat pengatur tumbuh.Zat pengatur tumbuh.
7. Air
Distilata biasanya digunakan dalam kultur jaringan, dan banyak lab menggunakan aquabides (air destilata ganda). Beberapa lab, dengan alasan ekonomi, menggunakan air hujan, tapi ini menyebabkan sulit mengontrol kandungan bahan organik dan non-organik pada media.
8. Pemilihan Media
Jika tidak ada informasi awal, biasanya mulai dengan media MS (Murashige dan Skoog 1962). Media ini mengandung konsentrasi garam dan nitrat yang lebih tinggi dibandingkan media lain, dan telah sukses digunakan pada berbagai tanaman dikotil. Untuk inisiasi kalus, 2.4-D ditambahkan ke media dengan konsentrasi 1 – 5 mgL-1. Untuk multiplikasi tunas, sitokinin seperti BAP ditambahkan dan juga diberi auksin, seperti NAA pada konsentrasi yang rendah.Untuk inisiasi akar, IBA pada konsentrasi 1 – 2 mgL-1 ditambahkan.
Komposisi dan fungsi dasar dalam media MS menurut Sasnawaria (2005) yaitu sebagai berikut :
a. Air
Air merupakan komponen yang penting di dalam pengkulturan eksplan karena 95% dari medium mengandung air. Air yang digunakan yaitu air destilasi, dimana air tersebut telah steril dari kontaminasi mikroorganisme atau substansi yang dapat merusak proses perkembangan eksplan.
b. Larutan garam anorganik
Tiap tanaman memerlukan setidaknya 6 elemen mikronutrien N, P, K, Mg, Ca, S, dan elemen yaitu Fe, Mn, B, Mo, Cl. Pereduksi CU2- menjadi Cu- bermanfaat pada perkembangan dan perbaikan vitamin adalah bahan yang perlu ditambahkan sebab tumbuhan yang dikulturkan belum mampu membuat vitamin sendiri, biasanya yang ditambahakan yaitu vitamin B, asam nukleat, pridosin (vitamin B6).
c. Zat-zat organic
Senyawa organic yang dipakai yaitu karbohidrat yang tersusun atas unsur-unsur C, H, O sebagai elemen penyusun utama karbohidrat mempunyai fungsi utama yaitu sebagai sumber energy untuk keseimbangan tekanan osmotic.
Menurut Suryowinoto  (1991), adapun jenis media kultur jaringan yaitu :
a)   Media Knop
Dapat juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus, biasanya ditumbuhkan pada media dengan kosentrasi garam-garam yang rendah seperti dalam kultur akar dengan penambahan suplemen seperti glucosa, gelatine, thiamine, cysteine-HCl dan IAA.
b)   Media White
Dikembangkan oleh Hildebrant untuk keperluan kultur jaringan tumor bunga matahari, ditemukan bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur tersebut, lebih tinggi dari pada yang dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan S pada media untuk tumor bunga matahari ini, sama dengan media untuk jaringan normal yang dikembangkan kemudian. Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari media white, tetapi masih lebih rendah dari pada media-media lain yang umum digunakan sekarang.
c)    Media Knudson dan media Vacin and Went
Media ini dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman yang ditanam di kebun dapat tumbuh dengan baik dengan pemupukan yang hanya mengandung N dari Nitrat. Knudson pada tahun 1922, menemukan penambahan 7.6 mM NH4+ disamping 8.5 mM NO3-, sangat baik untuk perkencambahan dan pertumbuhan biji anggrek. Penambahan NH4+ ternyata dibutuhkan untuk perkembangan protocorm. Media Nitsch & Nitsch, menggunakan NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi untuk mengkulturkan jaringan tanaman artichoke Jerussalem. Penambahan ammonium khlorida sebanyak 0.1 mM, menghasilkan pertumbuhan jaringan yang menurun.
Pertumbuhan sel dari jaringan suatu organ dibandingkan dengan jaringan tumor tanaman Venca rosea (Catharanthus roseus), menunjukkan bahwa penambahan ammonium ke dalam media White yang sudah dimodifikasi, mempunyai pertumbuhan yang lebih baik. Konsentrasi NO3-, NH4-, K+ dan H2PO4- yang diperoleh, hampir sama dengan yang dikembangkan oleh Miller.
d)   Media Murashige & Skoog (media MS)
Merupakan perbaikan komposisi media Skoog, terutama kebutuhan garam anorganik yang mendukung pertumbuhan optimum pada kultur jaringan tembakau. Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro lainnya konsentrasinya dinaikkan sedikit. Pertama kali unsur-unsur makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain. Media MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun sesudah penemuan media MS, sehingga dikembangkan media-media lain berdasarkan media MS tersebut, antara lain media :
1.  Lin & Staba, menggunakan media dengan setengah dari komposisi unsur makro MS, dan     memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang seharusnya 10mM, sedangkan KH2 PO4 yang dikurangi menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM. Larutan senyawa makro dari media Lin & Staba, kemudian digunakan oleh Halperin untuk penelitian embryogenesis kultur jaringan wortel dan juga digunakan oleh Bourgin & Nitsch (1967 dalam Gunawan 1988) serta Nitsch & Nitsch (1969 dalam Gunawan 1988) dalam penelitian kultur anther.
2.   Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh Durzan et alI (1973 dalam Gunawan 1988) untuk   kultur suspensi sel white spruce dengan cara mengurangi konsentrasi K+ dan NO3-, dan menambah konsentrasi Ca2+ nya.
3.  Chaturvedi et al (1978) mengubah media MS dengan menurunkan konsentrasi NO3-, K+, Ca2+, Mg2+ dan SO4-2 untuk keperluan kultur pucuk Bougainvillea glabra.
Senyawa-senyawa di dalam media MS dapat terjadi pengendapan persenyawaan, ini terlihat jelas pada media cair. Kebanyakan dari persenyawaan yang mengendap adalah fosfat dan besi, kemudian dalam jumlah yang lebih sedikit adalah Ca, K, N, Zn dan Mn. Senyawa paling sedikit adalah senyawa yang mengandung unsur C, Mg, H, Si, Mo, S, Ca dan Co. Setelah tujuh hari dibiarkan, maka kira-kira 50% dari Fe dan 13% dari PO4+, mengendap (Dalton et al, 1983). Pengendapan unsur-unsur tersebut mungkin tidak penting, karena unsur-unsur tersebut masih tersedia bagi jaringan tanaman dan pengaruh pengendapannya belum diketahui. Untuk mengatasi pengendapan Fe, Dalton dan grupnya menganjurkan supaya konsentrasi Fe dikurangi sampai 1/3 dengan EDTA yang tetap.

e)    Media Gamborg B5 (media B5)
Pertama kali dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh bagian tanaman.. Pada masa ini media B5 juga digunakan untuk kultur-kultur lain. Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, media ini menggunakan konsentrasi NH4+ yang rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM menghambat pertumbuhan sel kedelai. Fosfat yang diberikan setelah 1 mM, Ca2+ antara 1-4 mM, sedangkan Mg2+ antara 0.5-3 mM (Gamborg et al, 1968).
f)    Media Schenk & Hildebrant (media SH)
Merupakan media yang juga cukup terkenal, untuk kultur kalus tanaman monokotil dan dikotil. Konsentrasi ion-ion dalam komposisi media SH sangat mirip dengan komposisi pada media Gamborg dengan perbedaan kecil yaitu level Ca2+, Mg2+, dan PO4-3 yang lebih tinggi. Schenk & Hildebrant mempelajari pertumbuhan jaringan dari 37 jenis tanaman dalam media SH dan mendapatkan bahwa: 32 % dari spesies yang dicobakan, tumbuh dengan sangat baik, 19% baik, 30% sedang, 14% kurang baik, dan 5% buruk pertumbuhannya. Tetapi karena zat tumbuh yang diberikan pada tiap jenis tanaman tersebut berbeda. Media SH ini cukup luas penggunaannya, terutama untuk tanaman legume.
g)   Media WPM (Woody Plant Medium)
Yang dikembangkan oleh Lioyd & Mc Coen pada tahun 1981, merupakan media dengan konsentrasi ion yang lebih rendah dari media MS. Media diperuntukkan khusus tanaman berkayu, dan dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang digunakan lebih tinggi dari sulfat pada media WPM. Saat ini WPM banyak digunakan untuk perbanyakan tanaman hias berperawakan perdu dan pohon-pohon.
h)   Media N6
Media N6 mempunyai ciri perbandingan NH₄⁺ dan NO₃⁻  yang jauh perbandinganya. Amonium  yang diberikan dalam bentuk (NH)SO hanya sebanyak 363 mg/l, sedangkan KNO 2830 mg/l.
Sterilisasi medium kultur terdiri dari  metode autoclave dan metode filtrasi. Metode autoclave yaitu medium dalam botol kultur ditutup dengan alumunium foil pada suhu 1210 C, tekanan PSI selama 15-40 menit dari waktu medium mencapai suhu yang diperlukan. Sedangkan metode filtrasi yaitu sterilisasi menggunakan membrane filter berukuran 0,45-0,22 mm di dalam kontiener steril (Sriyanti, 1994).
Rumus Perhitungan Larutan Stok menurut Hemawan dan Na’em (2006) adalah sebagai berikut :
Volume stok untuk setiap pembuatan media q liter.
 V1 X M1 = V2 x M2
 Ket: V1 = Volume stok yang dicari.
V2 = Volume larutan stok
M1 = Konsentrasi larutan stok
M2 = Konsentrasi yang diinginkan.





















BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Bio Sains Terapan Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar, pada tanggal 29 November 2013, pukul 13.30-15.30 WITA.
3.2 Bahan dan Alat
            Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini diantaranya aquades, aluminium foil, sukrosa, agar, 2,4-D, unsur hara makro MS, unsur hara mikro MS, zat besi, vitamin, stok B VW, stok C VW, stok D VW, dan stok E VW  
Adapun alat-alat yang dipakai diantaranya, hot plate, magnetic stirrer, pengukur pH, autoclave, batang pengaduk, tabung erlenmeyer, dan botol kultur.
3.3 Prosedur Kerja
            Adapun prosedur kerja dari praktikum ini yaitu :
1.      Menyiapkan alat dan bahan.
2.      Memasukkan 3 gr sukrosa dan 7 gr agar ke dalam Erlenmeyer 1000 ml.
3.      Menambahkan unsur-unsur senyawa pembentuk MS yakni senyawa makro, senyawa mikro, zat besi, vitamin, 2,4-D masing-masing sesuai volume pipet yang dibutuhkan.
            Volume pipet = volume botol yang dipakai/berapa kali pakai
4.      Menambahkan aquades hingga volumenya mencapai 1000 ml.
5.      Mengukur pH larutan, Jika terlalu asam tambahkan NaOH atau KOH 1 M, dan jika terlalu basa tambahkan HCl 1 M.
6.      Mencampur dan memanaskan larutan menggunakan hot plate dan magnetic stirrer.
7.      Setelah prosedur 1-6 selesai, kemudian memasukkan larutan ke dalam botol kultur.
8.      Memasukkan botol kultur yang berisi medium ke dalam autoclave untuk tujuan sterilisasi.
9.      Menyimpan dalam ruang inkubasi sampai siap digunakan.
                                    Untuk pembuatan media VW langkah kerjanya sama dengan prosedur di atas, hanya saja berbeda untuk senyawa yang ditambahkan, untuk media VW digunakan persenyawaan dari stok B, C, D, dan E.
































BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
            Hasil perhitungan mengenai volume pipet untuk masing-masing stok disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil perhitungan volume pipet
No.
Jenis Stok
Volume Pipet
1.
Makro MS
50 ml/L
2.
MIkro MS
10 ml/L
3.
Zat Besi
3 ml/L
4.
Vitamin
3 ml/L
5.
Stok B VW
3 ml/L
6.
Stok C VW
2 ml/L
7.
Stok D VW
4ml/L
8.
Stok E VW
3 ml/L

1.2.            Pembahasan
Berdasarkan hasil di atas, dapat kita lihat bahwa dalam pembuatan media harus berdasarkan perhitungan konsentrasi yang tepat. Karena akan mempengaruhi keberhasilan tumbuh eksplan, baik itu untuk media kultur MS maupun media kultur VW. Untuk volume pipet masing-masing senyawa dihitung dengan rumus volume botol yang dipakai dibagi dengan berapa kali pemakaian, yang nantinya akan diperoleh dalam satuan ml/L.
Pada pembuatan media untuk kultur jaringan tanaman, ditambahkan sejumlah unsure yang biasanya terdapat dalam tanah yakni unsur hara makro dan mikro. Hasil yang lebih baik akan dapat kita peroleh bila, kedalam media tersebut, ditambahkan vitamin, asam amino, dan hormon, bahan pemadat media (agar), glukosa dalam bentuk gula maupun sukrosa, air destilata (akuades), dan bahan organik tambahan.

Keasaman pH adalah nilai derajat keasaman atau kebasaan dari larutan dalam air. Keasaman (pH) suatu larutan menyatakan kadar dari ion H dalam larutan. Nilai di dalam pH berkisar antara 0 (sangat asam) sampai 14 (sangat basa), sedangkan titk netral adalah pH pada 7. Pengukuran pH mutlak dilakukan karena tanaman yang ditumbuhkan secara kultur jaringan mempunyai toleransi terhadap pH tertentu. Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan mempunyai toleransi pH yang relatif sempit dengan titik optimal antara pH 5,0-6,0. Bila eksplan mulai tumbuh, pH dalam lingkungan kultur jaringan tanaman umumnya akan naik apabila nutrein habis terpakai. Apabila pH terlalu tinggi atau terlalu rendah maka akan mengakibatkan terbentuknya media yang kurang baik untuk pertumbuhan eksplan. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2011) yang menyatakan bahwa jika pH lebih tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar tidak dapat memadat.























BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum Larutan Stok, dapat disimpulkan :
1.      Dalam pembuatan media, dibutuhkan unsure hara makro dan mikro seperti halnya apabila membudidayakan tanaman di tanah serta agar sebagai pemadat, vitamin, zat besi,  gula dan hormon tumbuhan.
2.      Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan mempunyai toleransi pH yang relatif sempit, untuk itu pengukuran pH dalam pembuatan media kultur jaringan mutlak dilakukan.
5.2.Saran
            Sebaiknya, dalam praktikum ini praktikan juga menyempatkan waktu untuk mempraktikkan pembuatan media VW secara langsung agar praktikum yang dilaksanakan tidak hanya untuk media MS saja.














DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012.  Pada laman web http://blog.ub.ac.id/fitafitriya /2012/11/06/laporan-bioteknologi-pembuatan-media-kultur-jaringan/ diakses pada tanggal 26 Desember 2013.

Hemawan, T dan M. Na’iem. 2006. Pengaruh Jenis Media dan Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Perakaran pada Kultur Jaringan Cendana (Santalum album Linn.). Jurnal Agrosains 19(2) : 103-109.

Sasnawaria, 2005. Mikrobiologi Dasar. Jakarta : Papa Sinar Sinantris.

Sriyanti, Daisy P. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta : Kanisius.

Suryowinoto, M. 1991. Budidaya Jaringan dan Manfaatnya. Fakultas Biologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.


LAMPIRAN


 

Menyiapkan alat dan bahan kemudian memasukkan bahan sesuai volume pipet masing-masing ke dalam Erlenmeyer


   


Mengukur pH larutan


 

Mencampur dan memanaskan laruran


ads

Ditulis Oleh : Unknown Hari: 22.22 Kategori:

Tidak ada komentar: